Seiring dengan perkembangannya Kini ‘MAPALA’ tidak jauh dari kegiatan
yang mengedepankan petualangan. Organisasi Pecinta Alam atau MAPALA
yang lahir sebagai generasi muda tidak banyak yang terdengar sebagai
“pecinta alam” dalam artian harfiah yang sebenarnya. Trend yang
diciptakan oleh media seperti ekspedisi Pendakian cartenz, Menelusuri
Goa Terdalam, Memanjat tebing atau saat ini Seven Summit yang sedang
lirik para MAPALA, namun sedikit MAPALA yang dengan kegiatan
petualangannya melakukan ekspedisi untuk pengabdian masyarakat. Padahal
organisasi ini berada di bawah bendera institusi pendidikan yang
harusnya bisa menciptakan suatu ide untuk melakukan sesuatu yang
bermanfaat untuk masyarakat atau mendorong pelestarian lingkungan oleh
pecinta alam di Indonesia yang saat ini umumnya terkendala oleh
Pengkaderan. Pendidikan dasar cinta alam belum sepenuhnya mampu
menanamkan nilai-nilai pelestari lingkungan. Pengkaderan yang berlaku di
organisasi pecinta alam umumnya baru menyentuh tataran fisik (skill
adventure).
http://www.kafe-relawan.com/artikel/15?mobile=1
Kurangnya modifikasi kegiatan dengan nilai-nilai pengabdian masyarakat dan lingkungan, maupun nilai-nilai ilmiah. Hal ini semakin memperburuk citra organisasi pecinta alam dan menjauhkan komunitas pecinta alam dengan masyarakat maupun mahasiswa (baru). Hanya mahasiswa baru yang memiliki ketekatan hati dan hobby dengan kesabaran luar biasa dapat menjalani proses prekrutan untuk menjadi bagian MAPALA, namun ironis ego organisasi selalu dibangun melalui doktrinisasi secara turun menurun dan selalu ‘dijaga’ baik di lingkungan internal kampus maupun eksternal sehngga sebagai bagian dari ‘anak’ Mapala universitas tak sertamerta akan mengakui keberadaan mapala tingkat fakultas, mapala tak mau disamakan dengan Kelompok Pecinta Alam (KPA) ekternal kampus, tidak banyak MAPALA yang memiliki hubungan erat dengan Sispala dan membuat tak terjalinnya hubungan antara dan Mapala, Sispala dan KPA.
“Kita itu ekslusif masa mau disamain sama organisasi itu”
Hal ini sering kali singgah ditelinga ketika masih menjalani proses “sistem prekrutan“. Merasa ‘ekslusif’ ini tidak serta merta ada, namun dibangun secara turun menurun dalam keseharian dan kondisi yang nyaman serta berkegiatan, dalam kerjasama dengan oraganisasi lain baik di internal maupun eksternal kampus. MAPALA merasa menjadi organisasi yang ekslusif menurut hemat saya; Sukses proses “sistem prekrutan”, keiatannya yang ekstrem dan akan membawa kebanggaan yang tersendiri dilingkungan internal kampus, Perlengkapan pendukung kegiatan yang tidak cukup murah dan ini salah satu hobby yang mahal tentunya bukan.
Agak dangkal rasanya ketika ego organisasi terus diturunkan namun tidak dengan aktifnya berkegiatan yang sarat dengan makna pencitraannya sebagai mahasiswa atau agen pembawa perubahan. Seperti masa-masa sekarang keberadaan MAPALA secara umum lebih disibukkan dengan kegiatan internalnya mulai dari administrasi keorganisasian sampai bagaimana memikirkan prekrutan anggota baru yang saat ini peminatnya mulai berkurang sejalan berjamurnya provider petualangan yang tidak disuguhkan dengan kewajiban-kewajiban ketika harus mengikuti proses.Namun hingga saat ini belum ada pengkajian terhadap kegiatan petualangan yang seharusnya sudah mulai dianggap serius serta mulai adanya perubahan paradigma heroik menjadi pengembangan potensi dan pengabdian masyarakat dengan itu eksistensi MAPALA sebagai Pecinta Alam tetap terjaga dan tidak selalu mengukur pada kegiatan yang sifatnya ekstrem.
Harapan kedepan komunitas pecinta alam lebih membuka diri terhadap masyarakat dan melibatkan masyarakat semua kalangan pada kegiatan-kegiatan positif pelestarian alam dan pengabdian masyarakat, sehingga tercipta lingkungan yang akrab dan menyatu dan kembali pada filosofi keberadaannya, sesuai dengan kode etik pecinta alam. Akumulasi gerakan pelestarian lingkungan yang masif, efektif dan berkelanjutan hanya akan terbentuk bila pecinta alam di Indonesia mau merombak ulang format pengkaderan, pembentukan figur bersama dan menghilangkan rasa pengeklusifitasan serta ego organisasi masing-masing.
Organisasi Pecinta Alam di Indonesia baik itu dalam wadah Kelompok Pecinta Alam (KPA) yang bersifat independen maupun dalam wadah organisasi yang dinaungi oleh suatu institusi kampus atau Mahasiswa Pecinta Alam (MPA) atau apapun namanya, merupakan suatu organisasi kepemudaan yang terbilang cukup lama berdiri di Indonesia, sebagai organisasi yang bertujuan menyalurkan minat dan bakat para pamuda(i) dalam kegitan alam terbuka.
Ketika kita menoleh kebelakang melihat sejarah asal mula terbentuknya organsasi ini di Indonesia maka dapat dikatakan bahwa Pecinta Alam Indonesia ini berawal dari sekedar aktifitas untuk menghilangkan kepenatan dan kejenuhan dalam menghadapi suatu kondisi masyarakat pada saat itu yang kurang beruntung dari kebijakan pemerintah. Sekelompok pemuda dari kalangan kampus (Universitas Indonesia) yang getol menyuarakan aspirasi masyarakat, di saat mereka lelah dengan aktifitas kemahasiswaan (demonstrasi, diskusi politik dan lain-lain) mereka melakukan kegiatan mendaki gunung biasanya mereka ke gunung Pangrango Jabar (baca “Catatan Harian Seorang Demostran” Shoe Hok Gie). Berawal dari sini sehingga mereka membentuk Organisasi Mahasiswa Pecinta Alam.
Namun dalam versi lain ada yang mengatakan bahwa terbentuknya Organisasi Pecinta Alam Indonesia bermuatan politis, namun tidak ada referensi yang jelas penulis temukan dalam hal ini.
Ketika mengkaji eksistensi Pecinta Alam Indonesia dengan bertitik tolak pada sejarah terbentuknya Pecinta Alam Indonesia sebaiknya kita tidak membuat dikotomi antara Sejarah terbentuknya Kelompok Pecinta Alam dengan Mahasiswa Pecinta alam, yang sampai sekarang masih saja menjadi perdebatan dikalangan Pecinta Alam Indonesia. Sehingga jelas terlihat bahwa eksistensi Pecinta Alam Indonesia syarat dengan nilai idealisme, patriotisme, dan nasionalime. Karena perkembangan Pecinta Alam Indonesia dewasa ini semakin pesaat sehingga terjadi pergeseran nilai, hal ini karenakan motivasi yang tidak jelas pada saat membentuk organisasi pecinta alam. Sehingga tidak dapat disangkal lagi penampilan diri dan prilaku dari oknum anggota pecinta alam terlihat kontra produktif dengan Kode Etik Pecinta Alam Indonesia, ditambah lagi dengan paham kebebasan individu pecinta alam yang salah kaprah dan pada akhirnya kebebasan individu pecinta alam itu terlihat tidak proporsional, sementara penampilan individu seorang pecinta alam merupakan salah satu indikator yang sangat jelas untuk menilai propesionalisme sebuah organisasi Pecinta Alam, misalnya penampilan diri seorang Pecinta Alam harus dapat disesuaikan dengan kondisi dimana seorang pecinta alam itu berada, ini merupakan salah satu nilai ideal seorang Pecinta Alam.
Dan dalam menyikapi era kekinian dan yang akan datang eksistensi Pecinta alam Indonesia semakin dipertanyakan, oleh karena itu upaya perbaikan manajemen Pecinta Alam perlu mendapat perhatian yang serius khususnya dalam perbaikan kurikulum pendidikan Pecinta Alam, karena ini merupakan pondasi dalam membentuk sikap mental anggota dalam melakukan rekruitmen anggota baru, harus seperti apa sikap mental anggota baru tersebut ditentukan dalam Pendidikan Kepecinta Alaman, fenomena yang ada saat ini, untuk sebagian Organisasi Pecinta Alam membentuk anggotanya menjadi kader-kader yang semi militan atau mungkin militan sehingga terlihat lepasan pendidikan Pecinta Alam berkarakter keras dan karaker ini berpotensi konfik, karena begitu mudahnya untuk terprofokasi, dan bila hal ini terjadi sekali lagi dikatakan sangat jauh dari makna Kode Etik Pecinta Alam Indonesia.
Mekanisme Pendidikan yang dilakukan oleh organisasi Pecinta Alam adalah membentuk sikap mental yang tangguh dan fisik yang kuat, untuk manghadapi Tantangan alam disaat melakukan Kegiatan Alam Terbuka (KAT) tidak membentuk prilaku yang keras dan kasar, dan ditanamkan sikap bijaksana terhadap Alam dalam melakukan aktivitas, yang pada akhirnya hal ini dapat terlihat dalam kehidupan sehari-hari seorang Pecinta Alam.
Satu hal yang mendasar dan perlu mendapat perhatian dalam melakukan pengkaderan anggota baru Pecinta Alam, yakni member pemahaman kepada anggota baru, Bahwa aktivitas yang dilakukan pecinta alam (mendaki gunung, dan lain-lain)) merupakan suatu proses untuk mendekatkan diri dengan alam sehingga kelak terbentuklah kader-kader Pecinta Alam, yang peduli dengan kerusakan lingkungan, kedepan hal ini merupakan tantangan yang cukup berat yang akan dihadapi seorang Pecinta Alam. Dan yang takalah pentingnya adalah bagaimana seorang Pecinta Alam dapat memberi makna perjalanan mereka pada saat melakukan Kegitan Alam Terbuka, istirahat sejenak disela-sela perjalanan sembari menikmati panorama Alam, dapat menanamkan rasa puji dan syukur sebagai anak bangsa yang hidup di negeri yang dikarunia dengan kekayaan alam dan keindahan alam, dan ketika hal ini tercipta maka Rasa Cinta Terhadap Bangsa dan Negara seorang Pecinta Alam tidak perlu diragukan Lagi. Lebih dari itu sebagai Bangsa yang beragama hal ini dapat lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta karena penyadaran diri akan hal PenciptaanNya bahwa semua Kekayaan alam dan Keindahan alam itu adalah anugerah Allah SWT.
NILAI – NILAI YANG DIMILIKI PECINTA ALAM ————————————————
Beberapa nilai yang dimiliki pecinta alam adalah:
1. Nilai Religius :
Yaitu suatu pengakuan akan kuasa Tuhan Yang Maha Esa karena keagungan ciptan-Nya.
2. Nasionalisme :
Rasa cinta akan bumi Indonesia dan bakti kepada bangsa dan tanah air.
3. Konservasi :
Yakni suatu kepedulian akan kelestarian lingkungan hidup.
4. Solidaritas :
Yaitu rasa kebersamaan yang erat antar sesama pecinta alam yang telah menganggap kalangan sebagai sesama saudara.
5. Kepedulian Sosial :
Pecinta alam peka terhadap keadaan sosial masyarakat disekitarnya yang tumbuh dari kecintaannya akan alam.
6. Keberanian :
Pecinta alam telah terlatih untuk berani menghadapi bahaya karena banyak kegiatannya mengandung resiko yang membahayakan.
7. Perjuangan dan Mempertahankan Diri (struggle & survive):
Pecinta alam terlatih untuk mempertahankan hidupnya di alam bebas dan berjuang untuk tetap hidup dan selamat.
8. Petualangan :
Pecinta alam selalu merasakan kebutuhannya akan suatu tantangan baru dan rasa selalu ingin melakukan petualangan.
Nilai-nilai di atas umumnya bisa kita temukan pada para pecinta alam yang telah banyak melakukan kegiatan di alam terbuka. Tetapi kita bisa juga melihat banyak pendaki gunung yang tidak memiliki nilai-nilai ini malahan vandalis, menulis nama di pohon dan batu, memetik bunga “edelweis”, membawa tape compo sehingga suasana alam menjadi seperti diskotik. Tindakan seperti itu bukanlah tindakan seorang pecinta alam.
Kode Etik Pecinta Alam Indonesia Dan Wawasan Cinta Alam.
Sejak tahun 1974, kalangan pecinta alam telah memiliki kode etik. Kode etik merupakan suatu perangkat prinsip-prinsip moral dalam masyarakat pecinta alam yang disusun untuk dijalankan oleh kalangan pecinta alam. Kode etik ini menggambarkan nilai-nilai moral pecinta alam, tanggung jawab pecinta alam, dan pernyataan sikap pecinta alam.
Walaupun hanya merupakan hasil konsensus pada gladian IV tahun 1974 di Ujung Pandang, kode etik ini telah dipakai oleh seluruh organisasi yang menamakan dirinya pecinta alam.
* Wawasan cinta alam merupakan pengarah dalam setiap tindakan yang akan dilakukan di alam terbuka dan dalam kehidupan pecinta lam.
* Dasar dari wawasan pecinta alam adalah hakekat kita sebagai manusia yang diciptakan Tuhan yang bertanggung jawab terhadap Tuhan, masyarakat, negara, dan bertanggung jawab untuk melestarikan alam serta perasaan sesama pecinta alam sebagai satu keluarga. Itu semua telah dijabarkan secara lengkap dalam kode etik pecinta alam Indonesia.
Eksistensi pecinta alam saat ini diakui dalam masyarakat Indonesia. Pecinta alam sudah tidak dikonotasikan buruk lagi, tapi telah diakui sebagai suatu masyarakat sebagai suatu masyarakat yang berkarya. Banyak konsep pelestarian lingkungan datang dari kalangan pecinta alam.
PERAN SEORANG PECINTA ALAM ————————————————
Beberapa peran dari pecinta alam adalah:
* Peran Dalam Pelestarian Alam
Pelestarian lingkungan merupakan kewajiban bagi seluruh pecinta alam. Pecinta alam harus menunjukkan perannya yang dimulai dari lingkungan sekitarnya.
* Peran Dalam Ilmu Pengetahuan
Alam memberikan banyak pelajaran dan pengetahuan kepada manusia, pecinta alam harus banyak menimba ilmu dari alam, mempelajari serta mengaplikasikan pengetahuan tersebut kepada masyarakat.
* Peran Dalam Kehidupan Social
Sebagai bagian dari masyarakat, pecinta alam harus memiliki tanggung jawab soSial, dan harus peka terhadap permasalahan soSial yang ada dalam lingkungannya dan harus berusaha untuk mencari solusi pemecahan masalah-masalah yang ada.
Ketiga peran pecinta alam diatas menggambarkan tanggung jawab seorang pecinta alam. Agar supaya keberadaan pecinta alam diterima sepenuhnya dan dihargai oleh masyarakat, kita harus melaksanakan peran kita sebagai pecinta alam dalam kehidupan sehari-hari.
http://www.kafe-relawan.com/artikel/15?mobile=1
Kurangnya modifikasi kegiatan dengan nilai-nilai pengabdian masyarakat dan lingkungan, maupun nilai-nilai ilmiah. Hal ini semakin memperburuk citra organisasi pecinta alam dan menjauhkan komunitas pecinta alam dengan masyarakat maupun mahasiswa (baru). Hanya mahasiswa baru yang memiliki ketekatan hati dan hobby dengan kesabaran luar biasa dapat menjalani proses prekrutan untuk menjadi bagian MAPALA, namun ironis ego organisasi selalu dibangun melalui doktrinisasi secara turun menurun dan selalu ‘dijaga’ baik di lingkungan internal kampus maupun eksternal sehngga sebagai bagian dari ‘anak’ Mapala universitas tak sertamerta akan mengakui keberadaan mapala tingkat fakultas, mapala tak mau disamakan dengan Kelompok Pecinta Alam (KPA) ekternal kampus, tidak banyak MAPALA yang memiliki hubungan erat dengan Sispala dan membuat tak terjalinnya hubungan antara dan Mapala, Sispala dan KPA.
“Kita itu ekslusif masa mau disamain sama organisasi itu”
Hal ini sering kali singgah ditelinga ketika masih menjalani proses “sistem prekrutan“. Merasa ‘ekslusif’ ini tidak serta merta ada, namun dibangun secara turun menurun dalam keseharian dan kondisi yang nyaman serta berkegiatan, dalam kerjasama dengan oraganisasi lain baik di internal maupun eksternal kampus. MAPALA merasa menjadi organisasi yang ekslusif menurut hemat saya; Sukses proses “sistem prekrutan”, keiatannya yang ekstrem dan akan membawa kebanggaan yang tersendiri dilingkungan internal kampus, Perlengkapan pendukung kegiatan yang tidak cukup murah dan ini salah satu hobby yang mahal tentunya bukan.
Agak dangkal rasanya ketika ego organisasi terus diturunkan namun tidak dengan aktifnya berkegiatan yang sarat dengan makna pencitraannya sebagai mahasiswa atau agen pembawa perubahan. Seperti masa-masa sekarang keberadaan MAPALA secara umum lebih disibukkan dengan kegiatan internalnya mulai dari administrasi keorganisasian sampai bagaimana memikirkan prekrutan anggota baru yang saat ini peminatnya mulai berkurang sejalan berjamurnya provider petualangan yang tidak disuguhkan dengan kewajiban-kewajiban ketika harus mengikuti proses.Namun hingga saat ini belum ada pengkajian terhadap kegiatan petualangan yang seharusnya sudah mulai dianggap serius serta mulai adanya perubahan paradigma heroik menjadi pengembangan potensi dan pengabdian masyarakat dengan itu eksistensi MAPALA sebagai Pecinta Alam tetap terjaga dan tidak selalu mengukur pada kegiatan yang sifatnya ekstrem.
Harapan kedepan komunitas pecinta alam lebih membuka diri terhadap masyarakat dan melibatkan masyarakat semua kalangan pada kegiatan-kegiatan positif pelestarian alam dan pengabdian masyarakat, sehingga tercipta lingkungan yang akrab dan menyatu dan kembali pada filosofi keberadaannya, sesuai dengan kode etik pecinta alam. Akumulasi gerakan pelestarian lingkungan yang masif, efektif dan berkelanjutan hanya akan terbentuk bila pecinta alam di Indonesia mau merombak ulang format pengkaderan, pembentukan figur bersama dan menghilangkan rasa pengeklusifitasan serta ego organisasi masing-masing.
Organisasi Pecinta Alam di Indonesia baik itu dalam wadah Kelompok Pecinta Alam (KPA) yang bersifat independen maupun dalam wadah organisasi yang dinaungi oleh suatu institusi kampus atau Mahasiswa Pecinta Alam (MPA) atau apapun namanya, merupakan suatu organisasi kepemudaan yang terbilang cukup lama berdiri di Indonesia, sebagai organisasi yang bertujuan menyalurkan minat dan bakat para pamuda(i) dalam kegitan alam terbuka.
Ketika kita menoleh kebelakang melihat sejarah asal mula terbentuknya organsasi ini di Indonesia maka dapat dikatakan bahwa Pecinta Alam Indonesia ini berawal dari sekedar aktifitas untuk menghilangkan kepenatan dan kejenuhan dalam menghadapi suatu kondisi masyarakat pada saat itu yang kurang beruntung dari kebijakan pemerintah. Sekelompok pemuda dari kalangan kampus (Universitas Indonesia) yang getol menyuarakan aspirasi masyarakat, di saat mereka lelah dengan aktifitas kemahasiswaan (demonstrasi, diskusi politik dan lain-lain) mereka melakukan kegiatan mendaki gunung biasanya mereka ke gunung Pangrango Jabar (baca “Catatan Harian Seorang Demostran” Shoe Hok Gie). Berawal dari sini sehingga mereka membentuk Organisasi Mahasiswa Pecinta Alam.
Namun dalam versi lain ada yang mengatakan bahwa terbentuknya Organisasi Pecinta Alam Indonesia bermuatan politis, namun tidak ada referensi yang jelas penulis temukan dalam hal ini.
Ketika mengkaji eksistensi Pecinta Alam Indonesia dengan bertitik tolak pada sejarah terbentuknya Pecinta Alam Indonesia sebaiknya kita tidak membuat dikotomi antara Sejarah terbentuknya Kelompok Pecinta Alam dengan Mahasiswa Pecinta alam, yang sampai sekarang masih saja menjadi perdebatan dikalangan Pecinta Alam Indonesia. Sehingga jelas terlihat bahwa eksistensi Pecinta Alam Indonesia syarat dengan nilai idealisme, patriotisme, dan nasionalime. Karena perkembangan Pecinta Alam Indonesia dewasa ini semakin pesaat sehingga terjadi pergeseran nilai, hal ini karenakan motivasi yang tidak jelas pada saat membentuk organisasi pecinta alam. Sehingga tidak dapat disangkal lagi penampilan diri dan prilaku dari oknum anggota pecinta alam terlihat kontra produktif dengan Kode Etik Pecinta Alam Indonesia, ditambah lagi dengan paham kebebasan individu pecinta alam yang salah kaprah dan pada akhirnya kebebasan individu pecinta alam itu terlihat tidak proporsional, sementara penampilan individu seorang pecinta alam merupakan salah satu indikator yang sangat jelas untuk menilai propesionalisme sebuah organisasi Pecinta Alam, misalnya penampilan diri seorang Pecinta Alam harus dapat disesuaikan dengan kondisi dimana seorang pecinta alam itu berada, ini merupakan salah satu nilai ideal seorang Pecinta Alam.
Dan dalam menyikapi era kekinian dan yang akan datang eksistensi Pecinta alam Indonesia semakin dipertanyakan, oleh karena itu upaya perbaikan manajemen Pecinta Alam perlu mendapat perhatian yang serius khususnya dalam perbaikan kurikulum pendidikan Pecinta Alam, karena ini merupakan pondasi dalam membentuk sikap mental anggota dalam melakukan rekruitmen anggota baru, harus seperti apa sikap mental anggota baru tersebut ditentukan dalam Pendidikan Kepecinta Alaman, fenomena yang ada saat ini, untuk sebagian Organisasi Pecinta Alam membentuk anggotanya menjadi kader-kader yang semi militan atau mungkin militan sehingga terlihat lepasan pendidikan Pecinta Alam berkarakter keras dan karaker ini berpotensi konfik, karena begitu mudahnya untuk terprofokasi, dan bila hal ini terjadi sekali lagi dikatakan sangat jauh dari makna Kode Etik Pecinta Alam Indonesia.
Mekanisme Pendidikan yang dilakukan oleh organisasi Pecinta Alam adalah membentuk sikap mental yang tangguh dan fisik yang kuat, untuk manghadapi Tantangan alam disaat melakukan Kegiatan Alam Terbuka (KAT) tidak membentuk prilaku yang keras dan kasar, dan ditanamkan sikap bijaksana terhadap Alam dalam melakukan aktivitas, yang pada akhirnya hal ini dapat terlihat dalam kehidupan sehari-hari seorang Pecinta Alam.
Satu hal yang mendasar dan perlu mendapat perhatian dalam melakukan pengkaderan anggota baru Pecinta Alam, yakni member pemahaman kepada anggota baru, Bahwa aktivitas yang dilakukan pecinta alam (mendaki gunung, dan lain-lain)) merupakan suatu proses untuk mendekatkan diri dengan alam sehingga kelak terbentuklah kader-kader Pecinta Alam, yang peduli dengan kerusakan lingkungan, kedepan hal ini merupakan tantangan yang cukup berat yang akan dihadapi seorang Pecinta Alam. Dan yang takalah pentingnya adalah bagaimana seorang Pecinta Alam dapat memberi makna perjalanan mereka pada saat melakukan Kegitan Alam Terbuka, istirahat sejenak disela-sela perjalanan sembari menikmati panorama Alam, dapat menanamkan rasa puji dan syukur sebagai anak bangsa yang hidup di negeri yang dikarunia dengan kekayaan alam dan keindahan alam, dan ketika hal ini tercipta maka Rasa Cinta Terhadap Bangsa dan Negara seorang Pecinta Alam tidak perlu diragukan Lagi. Lebih dari itu sebagai Bangsa yang beragama hal ini dapat lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta karena penyadaran diri akan hal PenciptaanNya bahwa semua Kekayaan alam dan Keindahan alam itu adalah anugerah Allah SWT.
NILAI – NILAI YANG DIMILIKI PECINTA ALAM ————————————————
Beberapa nilai yang dimiliki pecinta alam adalah:
1. Nilai Religius :
Yaitu suatu pengakuan akan kuasa Tuhan Yang Maha Esa karena keagungan ciptan-Nya.
2. Nasionalisme :
Rasa cinta akan bumi Indonesia dan bakti kepada bangsa dan tanah air.
3. Konservasi :
Yakni suatu kepedulian akan kelestarian lingkungan hidup.
4. Solidaritas :
Yaitu rasa kebersamaan yang erat antar sesama pecinta alam yang telah menganggap kalangan sebagai sesama saudara.
5. Kepedulian Sosial :
Pecinta alam peka terhadap keadaan sosial masyarakat disekitarnya yang tumbuh dari kecintaannya akan alam.
6. Keberanian :
Pecinta alam telah terlatih untuk berani menghadapi bahaya karena banyak kegiatannya mengandung resiko yang membahayakan.
7. Perjuangan dan Mempertahankan Diri (struggle & survive):
Pecinta alam terlatih untuk mempertahankan hidupnya di alam bebas dan berjuang untuk tetap hidup dan selamat.
8. Petualangan :
Pecinta alam selalu merasakan kebutuhannya akan suatu tantangan baru dan rasa selalu ingin melakukan petualangan.
Nilai-nilai di atas umumnya bisa kita temukan pada para pecinta alam yang telah banyak melakukan kegiatan di alam terbuka. Tetapi kita bisa juga melihat banyak pendaki gunung yang tidak memiliki nilai-nilai ini malahan vandalis, menulis nama di pohon dan batu, memetik bunga “edelweis”, membawa tape compo sehingga suasana alam menjadi seperti diskotik. Tindakan seperti itu bukanlah tindakan seorang pecinta alam.
Kode Etik Pecinta Alam Indonesia Dan Wawasan Cinta Alam.
Sejak tahun 1974, kalangan pecinta alam telah memiliki kode etik. Kode etik merupakan suatu perangkat prinsip-prinsip moral dalam masyarakat pecinta alam yang disusun untuk dijalankan oleh kalangan pecinta alam. Kode etik ini menggambarkan nilai-nilai moral pecinta alam, tanggung jawab pecinta alam, dan pernyataan sikap pecinta alam.
Walaupun hanya merupakan hasil konsensus pada gladian IV tahun 1974 di Ujung Pandang, kode etik ini telah dipakai oleh seluruh organisasi yang menamakan dirinya pecinta alam.
* Wawasan cinta alam merupakan pengarah dalam setiap tindakan yang akan dilakukan di alam terbuka dan dalam kehidupan pecinta lam.
* Dasar dari wawasan pecinta alam adalah hakekat kita sebagai manusia yang diciptakan Tuhan yang bertanggung jawab terhadap Tuhan, masyarakat, negara, dan bertanggung jawab untuk melestarikan alam serta perasaan sesama pecinta alam sebagai satu keluarga. Itu semua telah dijabarkan secara lengkap dalam kode etik pecinta alam Indonesia.
Eksistensi pecinta alam saat ini diakui dalam masyarakat Indonesia. Pecinta alam sudah tidak dikonotasikan buruk lagi, tapi telah diakui sebagai suatu masyarakat sebagai suatu masyarakat yang berkarya. Banyak konsep pelestarian lingkungan datang dari kalangan pecinta alam.
PERAN SEORANG PECINTA ALAM ————————————————
Beberapa peran dari pecinta alam adalah:
* Peran Dalam Pelestarian Alam
Pelestarian lingkungan merupakan kewajiban bagi seluruh pecinta alam. Pecinta alam harus menunjukkan perannya yang dimulai dari lingkungan sekitarnya.
* Peran Dalam Ilmu Pengetahuan
Alam memberikan banyak pelajaran dan pengetahuan kepada manusia, pecinta alam harus banyak menimba ilmu dari alam, mempelajari serta mengaplikasikan pengetahuan tersebut kepada masyarakat.
* Peran Dalam Kehidupan Social
Sebagai bagian dari masyarakat, pecinta alam harus memiliki tanggung jawab soSial, dan harus peka terhadap permasalahan soSial yang ada dalam lingkungannya dan harus berusaha untuk mencari solusi pemecahan masalah-masalah yang ada.
Ketiga peran pecinta alam diatas menggambarkan tanggung jawab seorang pecinta alam. Agar supaya keberadaan pecinta alam diterima sepenuhnya dan dihargai oleh masyarakat, kita harus melaksanakan peran kita sebagai pecinta alam dalam kehidupan sehari-hari.
1 komentar:
catatannya bagus kak. izin share ya.
salam lestari
Posting Komentar